Tidak Semua Emosi Layak Diperjuangkan

Pada suatu masa dalam kehidupan, seseorang pasti pernah merasa begitu berharga seakan dunia berada di ujung kakinya. Lalu bahagia membuncah didadanya. Tetapi pada lain masa, ia juga pernah merasa sangat terkucil dan hampir tidak dianggap. Lalu rasa takut menyelinap dihati. Itulah namanya kehidupan dan apa yang dirasakan adalah emosi. Kehidupan pasti adil karena pasti bergilir. Terkadang diatas terkadang dibawah. Begitu pun emosi berganti-ganti.

Emosi tidak ubahnya seperti cuaca di muka bumi. Terkadang ia bisa terik menyengat panas, lalu berawan mengundang hujan, dan tiba tiba tanpa peringatan awan mendung hilang berganti cerah dengan angin sepoi sepoi. Itu semua sudah biasa. Itulah cuaca. Sama halnya bukan dengan emosi yang dapat berganti-ganti.

Lebih jauh, emosi dasar menurut Paul Eckman diklasifikasikan menjadi 6 yaitu bahagia, takut, sedih, jijik, terkejut dan marah. Maka, keliru jika seseorang berkata "Duh lagi emosi banget nih!" untuk menggambarkan kemarahan yang dirasakan. Kemarahan hanyalah satu dari enam jenis emosi sehingga tidak pas jika menggunakan kata emosi untuk menggambarkan kemarahan.

Emosi sendiri dapat muncul karena berbagai hal yang dihadapi manusia. Misalnya mendapatkan musibah lalu merasa sedih, kerabatnya meninggap dunia dapat terkejut lalu diiringi sedih. Lain halnya ketika mendapatkan doorprize atau dikunjungi keluarga maka manusia umumnya akan merasa bahagia, senang sampai rasanya ingin terus tersenyum. Itu semua hal yang wajar. 

Selanjutnya dapat dikatakan bahwa emosi merupakan sinyal dari kondisi psikologis seseorang. Misalnya, seseorang cenderung merasakan mudah marah belakangan. Bisa dicek kondisi psikologisnya sedang tidak baik. Maka ia butuh istirahat sejenak dari kehidupan. Mengambil jarak dari situasi dan tidak segera merespon ketika terjadi sesuatu. Karena merespon dalam kondisi marah seringkali bersifat spontan dan berujung penyesalan.

Oleh karena emosi bagaikan cuaca yang seringkali berubah dan bahwa emosi juga adalah sinyal kondisi psikologis diri maka ada baiknya jika tidak semua emosi diberikan respon. Misalnya seseorang merasa diremehkan atau disinggung oleh orang lain. Nah dilihat dulu apakah itu kerabat baiknya? Jika hanya tetangga yang tidak dekat akan lebih baik jika didiamkan saja. Mengapa? Karena tidak semua hal layak diperjuangkan. Apalagi jika hal yang diributkan adalah hal yang sulit dipastikan validitasnya. Bisa bisa terjerumus dalam hal yang bersifat gosip. Kalau saya pribadi sih sangat enggan yah berurusan dengan tetangga atau orang yang suka bergosip. Tentu setiap orang punya banyak kegiatan yang berharga kan untuk menjadi fokus. Maka terkadang dalam hidup, bukan soal menang dan kalah. Lebih kepada worthed dan gak worthed. Kalo gak worthed yak buat apa diambil pusing, biarkan saja emosi jijik dan marah terhadap tetangga tersebut menghampiri kita dan hayati. Biarkan ia lewat dan berlalu. Karena meresponnya dengan tindakan membalas tetangga tersebut bukanlah hal yang layak diperjuangkan. Terlebih bila keberadaan tetangga tersebut tidak berdampak terhadap kehidupan orang tersebut.

Jakarta, Maret 2021
ASP


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEKERJAAN DULU DAN SEKARANG

Mendobrak Paradigma Kedokteran: Inisiatif Perubahan yang Berasal dari Bawah