Hujan dan Rasa Syukur

Beberapa hari ini hujan rajin datang. Mengguyur daerah tempat kami bernaung. Kalau hujan datang, rasanya ada yang berbeda. Seolah ini waktu yang tepat untuk merenung. Nuansa muhasabah dalam keheningan malam. Serupa momen memikirkan kembali segala sesuatu. Memikirkan kenangan yang berkesan atau pun rencana di masa depan yang saling berlintasan. Bukan overthinking cuman ingin mendekap guling sembari bergelung dalam selimut. Membiarkan pikiran bermain dan jiwa merasa. Nikmatnya.

Neuron dan jaringan saraf didalam pikiran saling bertautan membawa peristiwa yang telah lalu maupun yang diharap terjadi kedalam nyata pikiran. Memaknai segala peristiwa yang pernah terjadi sebagai peristiwa yang memang harus terjadi, tanpa penyesalan dan tanpa harapan kembali kecuali untuk merasakan momennya sekali lagi. Berdamai dengan masa lalu sehingga tidak ada lagi keinginan merubahnya. Masa lalu bagaimanapun adalah yang membentuk kita saat ini. Melalui masa lalu yang sedemikian berliku, kita telah sampai pada momen saat ini agar hanya rasa syukur yang dapat tergambarkan dalam relung hati.

Rasa syukur terhadap hal-hal kecil yang dapat luput dicuri oleh rasa cemburu terhadap keberhasilan orang lain. Rasa syukur yang dapat terenggut dari rasa iri melihat kesenangan yang dinikmati orang lain. Rasa syukur yang dapat hilang karena menyia-nyiakan kebahagiaan kecil yang seringkali datang tanpa diupayakan. Yuk dihitung sama sama rasa syukur yang seharusnya selalu mengendap dalam hati karena senantiasa ada tak pernah rasa syukur ini akan selesai jika mengartikan hal hal kecil sebagai pemberian Tuhan. Misalnya, udara yang dapat dihirup, manisnya rasa yang dapat dikecap, indahnya momen yang dapat diingat. Tempat berbaring yang nyaman dimana kaki dapat diluruskan tanpa harus tertahan dinding ketika tubuh ini begitu nyaman bertemu dengan empuknya kasur. Alas tidur yang bukan koran, yang bukan lantai keras, yang bukan bebatuan. Tempat berlindung yang aman dari panas dan hujan, tempat bernaung yang dengannya tubuh ini selalu kering dan teduh yang didalamnya dapat juga dirasakan kehangatan dari anggota keluarga lainnya. Keberadaan mereka yang mungkin bisa jadi tidak dapat langsung disentuh karena terpisah jarak. Tetapi ditempat bernaung yang sama jugalah kita lebih nyaman mendengar suara mereka melalui gawai yang selalu ditangan. Makanan sehari hari yang terus ada, dapat diupayakan, dapat dibeli serta bersahabat dengan tenggorokan dan lambung. Tidak habis bukan hal-hal tersebut untuk disyukuri.

Nikmat yang seringkali pula lupa disyukuri oleh kita adalah nikmat kesehatan dan waktu luang. Kedua hal tersebut seringkali jadi hal yang biasa yang lupa disyukuri. Dianggap memang yang seharusnya terjadi, bahwa mode defaultnya memang seperti itu. Bahkan ketika waktu luang hilang terbuang sia-sia dipakai untuk kegiatan tidak berguna, manusia juga kerap biasa. Tidak menyesali. Jika waktu dapat bicara, mungkin ia akan sedih dan merasa tidak bermanfaat. Padahal tanpanya tidak ada apapun yang dapat kita mulai dan selesaikan. 

Kemudian hujan sekali lagi membasahi bumi, membuai manusia pada tidur panjangnya berselimut dengan pikiran dan lamunan. Titipku hanya satu, agar dalam lamunan tersebut terselip rasa syukur. Rasa syukur terhadap seluruh sumber daya yang dimiliki yang tidak terlihat bernilai yang mungkin saja tidak terlalu berguna saat ini yang dapat saja terlupa betapa berharganya itu. Agar Tuhan tidak mengambil kembali sumber daya tersebut. Agar sumberdaya tersebut senantiasa selalu dapat terus kita rasakan. Agar hati ini senantiasa berbahagia mengingat betapa kayanya kita.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

DAHULUKAN KONTEN DARI KEMASAN

Tentang Membangun Biro Konsultan SDM Part 1

Diantara Ekspektasi dan Realita