Bertamu Kala Pandemi

Terhitung sudah hampir setahun Pandemi Covid19 mewabahi Indonesia.Wabah Covid19 pertama kali ditemukan di Wuhan, Cina pada Desember 2019. Sejak saat itu, pemberlakuan lockdown yang dilakukan Cina berturut-turut diikuti oleh sejumlah negara yang mulai mengidentifikasi adanya paparan Virus Covid19 pada warga negaranya. Hal yang sama mulai dilakukan Indonesia pada Bulan April 2020.

Saat itu, masih teringat ketika pemberlakuan PSBB di Wilayah DKI Jakarta pertama kali dilakukan. Pemberlakuan PSBB diawali dengan diidentifikasinya masyarakat yang terpapar virus Covid19. Kala itu serentak masyarakat berbondong-bondong berburu masker dan handsanitizer. Tampak seluruh toko kehabisan barang-barang medis tersebut. Kondisi diikuti oleh sejumlah spekulasi lainnya yang menyatakan bahwa wabah akan merambah pada sosial ekonomi yang menyebabkan krisis. Waktu berlalu dan hal tersebut memang terjadi, seperti PHK di banyak lapangan kerja, kerugian materiil yang dialami oleh banyak pengusaha, dan lainnya.

Ternyata, selain perubahan tersebut yang nyata berdampak adalah kebiasaan-kebiasaan sosial. Penggunaan masker mulai menjadi biasa dan bahkan dibuat senyaman mungkin dengan adanya variasi masker. Kemudian berbagai model faceshield dan lainnya. Semuanya menyesuaikan tatanan bermasyarakat baru-baru ini. Belum lagi dengan merebaknya penggunaan media sosial yang jadi lebih marak seiring dengan menyebarnya virus. Kegiatan bertemu langsung pun menjadi lebih minim karena dikhawatirkan mendorong peningkatan penyebaran Virus Covid19.

Salah satu yang berkesan bagi saya adalah protokol kesehatan dalam bertamu ke rumah orang. Sekarang ini, banyak masyarakat lebih memilih untuk menunda pertemuan atau pun jika harus bertamu hanya bertemu diluar rumah. Begitu berbeda dengan sebelum adanya paparan Virus Covid19, dimana banyak orang bertamu dengan gaya nya masing-masing. Terkadang ada pula apabila sudah dekat, bertamu tanpa kenal waktu. 

Kalau sekarang, bertamu selalu menggunakan masker dan face shield jika perlu. Lalu membawa handsanitizer atau mencuci tangan setibanya di kediaman tuan rumah. Belum lagi semprot-semprot pakaian atau berganti baju apabila memang sudah kerabat. Jika ada bayi atau anak kecil, orang-orang lebih memilih hanya bertandang sampai dengan depan pagar, teras atau paling mentok sampai ruang tamu.

Baru-baru ini saya juga mengalaminya, sejak melahirkan putra ketiga dimasa pandemi saya menerima beberapa kunjungan yang tidak biasa. Misalnya saja kunjungan yang hanya sampai depan pagar, dalam hati sih terbesit kenapa gak melalui telepon saja atau bagaimana. Hihihi. Tapi rupanya memang kerabat saya itu ingin sekali bertemu. Dengan alasan tersebut beliau rela berkunjung tetapi tidak masuk rumah. Tetapi ada juga yang sampai depan pintu rumah. Dengan alasan yang sama tentunya. Khawatir akan paparan Virus Covid19 yang mungkin saja terbawa dan mengenai keluarga saya terutama si bayi. Begitu besar kekhawatiran tersebut jadi waktu kunjungannya pun tidak lama. Mengobrol beberapa patah kata lalu berpamitan.

Tetapi diluar itu, tetap terkesan dengan kesediaan waktu yang mereka luangkan untuk mampir walau sejenak. Bagaimana tidak, diluar kesibukan waktu mereka dan melihat kemacetan ibukota yang tidak biasa tentu ada sebersit pikiran untuk mengurungkan niat berkunjung. Tetapi tidak dengan mereka. Kondisi pandemi tidak menghalangi mereka untuk melakukan kunjungan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang berlaku. Itu menurut saya sangat patut dihargai.


















Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEKERJAAN DULU DAN SEKARANG

Tidak Semua Emosi Layak Diperjuangkan

Mendobrak Paradigma Kedokteran: Inisiatif Perubahan yang Berasal dari Bawah